Mencatat kekacauan, mewariskan kewarasan

28 November 2023
Gambar ilustrasi (credit: Inez Kriya)

Gambar ilustrasi (credit: Inez Kriya)

Di tengah semakin bergantungnya manusia kepada media sosial, data terbaru menunjukkan orang-orang juga semakin merisaukan kualitas informasi yang mereka peroleh di sana. 

Dalam sebuah survei yang dirilis belum lama ini, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mencatat ada 85% warganet dunia yang khawatir akan dampak misinformasi -- atau “hoaks” dalam istilah populer di Indonesia. 

Berlangsung pada 22 Agustus hingga 25 September 2023, jajak pendapat itu diadakan Unesco -- organisasi PBB di bidang pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan -- dan lembaga riset Ipsos. Lokasinya di Indonesia dan 15 negara lainnya yang dijadwalkan mengadakan pemilihan umum pada 2024. Total responden sebanyak 8.000 orang dengan sampel 500 orang berusia di atas 18 tahun di setiap negara.   

Selain angka 85% di atas, ada pula temuan begini: 87% warganet berpendapat fenomena hoaks telah sangat memengaruhi politik di negara mereka masing-masing dan akan sangat memengaruhi pemilu mereka tahun 2024. 

Dan… ada banyak sekali warganet yang mengaku pernah setidaknya sekali diperdaya atau dipengaruhi hoaks, sebelum akhirnya tahu kebenarannya. Jumlahnya mencapai 94% dari total responden. 

Kami percaya, angka-angka tersebut sangat relevan dengan Indonesia. Pertama, tentu lantaran negeri ini menjadi salah satu lokasi jajak pendapat. Kedua, karena masyarakat Indonesia secara umum belum memiliki literasi digital yang dapat membentengi diri dari paparan mis/disinformasi.

Simak Survei Status Literasi Digital Indonesia 2022 hasil kolaborasi Kementerian Komunikasi dan Informatika - Katadata Insight Center, yang menjaring jawaban 10.000 responden di 34 provinsi di Indonesia. Tercatat hanya 7% dari responden yang “merasa sangat yakin akan kemampuan mereka mengenali hoaks.” Padahal, 72,6% responden mengandalkan media sosial sebagai sumber informasi dan sebesar 51% responden menganggap hoaks sebagai masalah serius. 

Lalu ada sebuah survei hasil kolaborasi tim peneliti Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Deakin University, Australia, yang meneliti kemampuan Gen Z dalam mendeteksi hoaks. Ya, generasi yang marak disebut sebagai “digital-native” itu, atau lahir di era digital. Diterbitkan The Conversation pada September 2022, survei itu menemukan hanya 6% responden yang “dapat membedakan berita benar dan berita palsu dengan tepat dan akurat.” Adapun 83% responden cenderung menganggap informasi yang diberikan sebagai berita benar, padahal sebenarnya hoaks!  

Pertanyaannya: memangnya sesulit apa, sih, membedakan antara yang benar dan salah itu? 

Jika pertanyaannya seperti itu, sepertinya belum ada parameter yang bisa dipakai untuk tahu seberapa “mudah” atau “sulit” melakukannya. Lantas kami mencoba merenungkan pengalaman kami bertahun-tahun menjadi pemeriksa fakta mis/disinformasi (fact-checkers). Kami membutuhkan waktu beberapa bulan untuk akhirnya mendapatkan semacam kepekaan untuk mendeteksi konten-konten yang sepertinya hoaks atau sesat. Itu pun mungkin karena kami melakukannya setiap hari, dan kami sebelumnya memiliki bekal sebagai wartawan--pekerjaan yang menuntut kami menelusuri fakta dan melaporkan yang nyata.   

Pertanyaannya mungkin perlu diubah menjadi: bagaimana menciptakan masyarakat yang memiliki kepekaan membedakan antara yang benar dan hoaks/sesat? Jika pertanyaannya begini pun, mencari jawabannya tetap sama-sama sulit. Tetapi lebih mungkin dijawab, karena tidak mustahil untuk dilakukan -- dengan catatan ada kolaborasi banyak pihak dan keberlanjutan yang menjangkau masyarakat secara luas. 

Ibarat serangkaian OKR (objective and key results, atau tujuan dan hasil-hasil pendukung tercapainya tujuan), untuk sebuah objective berupa “menciptakan masyarakat yang memiliki kepekaan membedakan antara yang benar dan hoaks,” tentu dibutuhkan beberapa key results pendukung. Untuk merumuskannya, tentu akan sangat baik jika diperbicangkan bersama oleh beberapa pihak, seperti akademisi, pembuat kebijakan, jurnalis, dan pelaku teknologi. 

Namun, jika kami bisa mengusulkan, salah satu key results yang boleh jadi esensial adalah “mampu mengenali wujud-wujud hoaks” yang beredar di media sosial Indonesia. 

Kenapa? 

Jika ada peribahasa “tak kenal, maka tak sayang,” dalam konteks ini ujaran tersebut mungkin bisa dipermak sedikit menjadi: “tak kenal, maka tak bisa ganyang.” 

Kenalilah musuhmu, bunyi penggalan kalimat orang bijak Tiongkok terdahulu bernama Sun Tzu.  

Serangkaian data bergambar dalam bagian ini -- yang kami sebut sebagai Dashboard Pantau Hoaks -- adalah upaya kami untuk membantu kita mengenali musuh berupa mis/disinformasi itu.

Dashboard kami secara rutin memantau bentuk, tema, dan sasaran mis/disinformasi yang menyebar di Indonesia. Sumber datanya adalah artikel investigasi yang diterbitkan tim-tim periksa fakta di tiga media nasional terkemuka: Kompas.com, Tempo, dan Liputan 6. Ketiganya adalah penandatangan Code of Principles-nya International Fact-Checking Network (IFCN), lembaga yang bekerja membantu keberlangsungan dan keberlanjutan praktik periksa fakta di seluruh dunia. 

Setiap dua pekan, kami akan memaparkan perkembangan pantauan tersebut. Atas alasan relevansi, saat ini kami juga membuat beberapa data bergambar khusus berkaitan dengan dua topik. Pertama, konten-konten sesat seputar politik Indonesia menjelang Pemilu 2024. Kedua, mis/disinformasi seputar perang Israel-Hamas yang terus-menerus mengotori arus informasi di Indonesia sejak merebaknya konflik pada 7 Oktober 2023. 

Sampai kapan dashboard ini mencatat kekacauan? Idealnya, hingga objective di atas tercapai 🙂

Harapannya, selama kekacauan informasi terus dicatat, kita semakin mengenali musuh yang mengotori arus informasi, semakin bergiat untuk mencari solusi secara kolaboratif, dan semakin bersemangat untuk mewariskan kewarasan kepada generasi-generasi masa depan. 

Other Posts

Newsletter

Silahkan masukkan email untuk mendapatkan informasi terbaru dari kami.

Contact information
Send your media inquiry, collaboration ideas, or complaints to our email at info@pantauhoaks.com


Address

165 Tower, Fl. 14, Unit E

TB Simatupang Rd., Kav. 1, Jakarta 12560

 

Pantau Hoaks is a self-funded, non-partisan company that is legally registered as PT Informasi Bersih Indonesia.